Opini

Bukan Maksud Hati Mendiskriminasi Dengan Menggunakan “All Lives Matter”

Pada tanggal 8 Juni 2020, Podcast Popula merilis episode pertama mereka di Spotify dengan judul All Lives Matter. Beberapa kritikan mengenai penggunaan kalimat All Lives Matter menimbulkan perbedaan pendapat yang menurut penulis sekaligus salah satu host di podcast tersebut sudah lumrah terjadi. Kritikan yang diberikan lewat akun sosial media di Instagram mengenai podcast tersebut diantaranya bahwa secara tekstual All Lives Matter atau Semua Kehidupan Penting memang hal yang wajar. Akan tetapi, secara kontekstual All Lives Matter (ALM) menjadi kurang tepat karena mengerdilkan solidaritas terhadap gerakan Black Lives Matter (BLM) atau Hidup Orang Berkulit Hitam Penting.

Menurut Buttler dari the New York Times, ALM dianggap terlalu universal karena merupakan konsep teori yang terlalu jauh untuk dicapai, sekarang. Berkaca dari fakta yang terjadi di Amerika bahwa perlakuan terhadap Black People masih jauh dari kata adil dan masih sangat lekat dengan diskriminasi, ALM digunakan sebagai tameng untuk mengkritisi gerakan solidaritas BLM. Di konteks ini memang ALM menjadi terkesan tuli tidak peka terhadap apa yang sebenarnya terjadi di lapangan, merendahkan gerakan BLM yang hanya fokus kepada black people, dan penulis setuju. Opini tersebut memang benar adanya, seperti fakta, atau mungkin memang fakta hehe.

Sampai di paragraf ini penulis akan berhenti menggunakan kata black people dan menggantinya dengan African-American people. Konsep universal bukan berarti terlalu muluk-muluk untuk bisa diterapkan. Justru penulis beranggapan konsep ALM seharusnya sudah diterapkan sedini mungkin walaupun pada kenyataannya memang susah untuk dilakukan, yang dalam konteks BLM berada di Amerika. Menurut Pramoedya Ananta Toer, untuk berlaku adil harus sudah mulai dari dalam pikiran. Apabila pola pikir bahwa hidup setiap orang itu penting, warna kulit itu sudah bukan masalah lagi. Menilai seseorang dari fisik semacam lapisan pertama yang bisa dinilai orang lain. Terlalu dini untuk memutuskan perlakuan tertentu karena yang menentukan adalah bagaimana sikapnya kepada diri sendiri dan orang lain.

Apa yang terjadi di Amerika sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Indonesia. Justice atau keadilan menjadi barang mahal yang harus dibayar semua orang sebagai konsekuensi hidup bersama dengan orang yang beraneka ragam. BLM menjadi trigger atau pemicu aksi solidaritas di level internasional sekaligus pengingat bahwa masih banyak kasus rasisme di Indonesia salah satunya kejadian di Papua, perlakuan yang kurang mengenakan kepada mereka yang keturunan China, mereka yang bertubuh pendek, berambut keriting, halus maupun botak. All Lives Matter di konteks ini adalah wadah untuk mereka orang-orang Afrika, Afirka-Amerika, Indonesia, China dan sebagainya. All mencakup semua dan bukan bermaksud untuk menjatuhkan aksi solidaritas BLM. Mungkin di Amerika iya, akan tetapi di dalam konteks podcast ini berlaku sebaliknya. Berpendapat tidak harus menjatuhkan pendapat lainnya.

Hal yang membuat opini-opini menarik adalah perbedaan itu sendiri. Tulisan ini bukan bermaksud untuk membela diri akan tetapi untuk melengkapi topik yang diperbicangkan di dalam Popula Podcast. Aksi solidaritas dengan tujuan yang baik adalah baik. Walaupun berbeda cara, tujuan tetap sama untuk menjadi lebih adil dan lebih baik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *